Kamis, 14 Juni 2012

Pengertian Hati

Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh, permukaan atas berbentuk cembung, dan terletak di bawah diafragma, terdapat lobus kanan dan kiri yang berfungsi memecah steroid, membuat empedu, membantu katabolisme karbohidrat, protein, lemak dan vitamin, memecah obat-obatan tertentu (Inayah, 2004 : 14).

Fungsi anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Fungsi anus adalah mengeluarkan feses. Dinding anus di perkuat oleh 3 sfingter antara lain sfingter ani internus, levator ani, dan sfingter ani eksternus.
Dalam membantu terlaksananya pencernaan makanan secara kimiawi dibutuhkan organ-organ aksesoris yang meliputi hati, kantong empedu dan pankreas.

Pengertian Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar

Pengertian badan lambung

Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi di bawah fundus yang membentuk dua pertiga bagian lambung

Pengertian Fundus

Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri atas mulut esofagus

Pengertian rongga oral

Rongga oral adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ aksesoris yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.
a. Bibir tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat organ ini berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.

b. Pipi
Mengandung otot buksinator mastikasi lapisan epitelial pipi merupakan subject abrasi dan sel secara konstan terlepas untuk kemudian diganti dengan sel-sel baru yang membelah dengan cepat.

c. Lidah
Diletakkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua, lidah berfungsi untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, untuk pengecapan, dan dalam produksi wicara.

d. Kelenjar saliva atau ludah
Mensekresi saliva ke dalam rongga oral, saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus, fungsi saliva adalah melarutkan makanan secara kimia, melembabkan dan melumasi makanan, sebagai zat anti bakteri dan antibody yang membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi.

e. Gigi
Tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan maksila. Manusia memiliki 2 susunan gigi : gigi primer (desiduous, gigi susu) yang totalnya 20 gigi, dan gigi sekunder (permanen) yang total keseluruhan 32 gigi, yang digunakan untuk pengunyahan (mastikasi) (Sloane, 2004 : 284).

masalah keperawatan pada klien dengan kasus febrile convulsion

masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut Ngastiyah (19997) adalah
  • Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang
  • Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi
  • Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang
  • Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif, prosedur tindakan
  • Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion adalah :
  • Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
  • Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
  • Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi
  • Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus Febrile Convulsion adalah :
  • Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan relaksasi lidah, sekunder terhadap gangguan inversi otot
  • Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi.

Penyebab Febrile Convulsion

Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).

Macam tingkat kesadaran

  • Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
  • Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
  • Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
  • Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
  • Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
  • Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh berdasarkan kurangnya suplai O2 dalam darah

1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.

1. Hindarkan pasien dari kedinginan
2. Tempatkan pada lingkungan yang hangat.
3. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis
perubahan warna kulit dll.
4. Monitor temperatur dan warna kulit.
5. Monitor TTV.
6. Monitor adanya bradikardi.
7. Monitor status pernafasan. Agar tidak terjadi demam, dan mengontrol panas dalam tubuh

Klasifikasi asfiksia neonatorum

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb:
a. Asphyksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

b. Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

c. Asphyksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

Pengertian asfiksia neonatorum

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,

persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)

Pengertian Neonatus

Neonatus adalah organisme pada periode adaptasi kehidupan intra uterus ke kehidupan ekstra uterin hingga berusia kurang dari 1 bulan

Asfiksia neonatus akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluran CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih merupakan salah satu penyebab pentiong morbilitas dan mortalitas perinatal. Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia ini.

Aspirasi melonium, infeksi dan kejang merupakan penyakit, yang sering terjadi pasca asfiksia.
Pada penderita asfiksia dapat pula ditemukan penyakit lain yaitu gangguan fungsi jantung, renjatan neonatus, gangguan fungsi ginjal, atau kelainan gastrointestinal. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran telah benyak berperan dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan neonatus.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan 28 hari,dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim.

Bagian esofagus

Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
  1. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka).
  2. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus).
  3. serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

PENGKAJIAN
Anamesa
Biodata
Pada biodata diperoleh data tentang :
  • Nama
  • Umur
  • Jenis kelamin
  • Alamat
  • Pekerjaan
  • Pendidikan
  • Status Perkawinan
  • Alamat
  • Sku Bangsa
  • Tanggal Masuk
  • Tanggal Didata
  • Nomor MR
Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan mengeluh nyeri tiba-tiba yang terjadi di epigastrum, abdomen bawah atau terlokalisirpada daerah torasika porterior dan lumbalis. Nyeri bisa ringan atau parah atau biasanya menetap da tidak bersifat kram (Sabinson, 1994)

Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah pernah mendapat intervensi pembedahan seperti colecytectomy, atau prosedur diagnostik seperti EKCP.
Kaji apakah pernah menderita masalah medis lain yang menyebabkan pankreatitis meliputi ulkus peptikum, gagalginjal, vaskular disorder, hypoparathyroidisme, hyperlipidemia,.
Kaji apakah klien pernah mengidap infeksi virus parotitis dan dibuat catatan obat-obatan yang pernah digunakan ( Donna D, 1995)

Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat keluarga yang mengkonsumsi alkohol, mengidap pankreatitis dan penyakit biliaris (Donna D, 1995)

Pengkaian psikososial
Kaji riwayat penggunaan alkohol secara berlebihan yang menyebabkan pankreatitis akut.
Kaji kapan klien paling sering mengkonsumsi alkohol dan apakah klien pernah mengalami trauma seperti kematian anggota keluarga, kehilangan pekerjaan yang berkontribusi terhadap peningkatan penggunaan alkohol (Donna D, 1995)

Pola aktivitas
Klien dapat melaporkan adanya feces berlemak / steatorea, juga penurunan berat badan, mual, muntah. Pastikan karakteristik dan frekuensi BAB (Huddak & Gallo, 1996)
Perlu dikaji status nutrsi klien dan catat faktor yang dapat menurunkan kebutuhan nutrisi (Suzanna Smeltzer, 1999)

Pemeriksaan Fisik
Kepala
Bentuk : bulat
Rambut : bersih, hitam, pendek, beruban
Mata
Konjungtiva:  anemis
Kelengkapan: lengkap kiri dan kanan
Kesimetrisan: simetris kiri dan kanan
Sklera: ikterik
Palpebra: cekung
Pupil: sama besar,sama bulat dan bereaksi terhadap cahaya
Telinga
Tidak ada masalah dengan pendengaran klien dan kelengkapan telinga kiri dan kanan
Leher
Tidak ada kelainan seperti pembesaran kelenjer tiroid
Hidung
Bersih tidak terlihat adanya sekret
Mulut dan tenggorokan
Kebersihan kurang, dan terlihat bibir klien sianosis, dan mukosa mulut kering

Tanda-Tanda Vital
Kaji adanya peningkatan temperatur, takikardi, dan penurunan tekanan darah (Donna D, 1995). Demam merupakan gejala yang umum biasanya (dari 39° C). demam berkepanjangan dapat menandakan adanya komplikasi gastrointestinal dari penyakit seperti peritonitis, kolesistitis atau absese intra abdomen (Huddak & Gallo, 1996).

Sistem Gastrointestinal
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri abdomen. Juga terdapat distensi abdomen bagian atas dan terdengar bunyi timpani. Bising usus menurun atau hilang karena efek proses peradangan dan aktivitas enzim pada motilitas usus. Hal ini memperberat ketidakseimbangan cairan pada penyakit ini.
Pasien dengan penyakit pankreatitis yang parah dapat mengalami asites, ikterik dan teraba massa abdomen (Huddak & Gallo, 1996).

Sistem Cardiovaskular
Efek sistemik lainnya dari pelepasan kedalam sirkulasi adalah vasodilatasi perifer yang pada gilirannya dapat menyebabkan hipotensi dan syok.
Penurunan perfusi pankreas dapat menyebabkan penurunan faktor depresan miokardial (MDF). Faktor depresan miokardial diketahui dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Seluruh organ tubuh kemudian terganggu (huddak & Gallo, 1996).

Sistem Sirkulasi
Resusitasi cairan dini dan agresif diduga dapat mencegah pelepasan MDF. Aktivasi tripsin diketahui dapat mengakibatkan abnormalitas dalam koagulitas darah dan lisis bekuan. Koagulasi intravaskular diseminata dengan keterkaitan dengan gangguan perdarahan selanjutnya dapat mempengaruhi keseimbangan cairan (Sabiston, 1994).

Sistem Respirasi
Pelepasan enzim-enzim lain (contoh fosfolipase) diduga banyak menyebabkan komplikasi pulmonal yang berhubungan dengan pankretitis akut. Ini termasuk hipoksemia arterial, atelektasis, efusi pleural, pneumonia, gagal nafas akut dan sindroma distress pernafasan akut (Huddak & gallo, 1996).

Sistem Metablisme
Komplikasi metabolik dari pankreatitis akut termasuk hipokalsemia dan hiperlipidemia yang diduga berhubungan dengan daerah nekrosis lemak disekitar daerah pankreas yang meradang. Hiperglikemia dapat timbul dan disebabkan oleh respon terhadap stress. Kerusakan sel-sel inset langerhans menyebabkan hiperglikemia refraktori. Asidosis metabolik dapat diakibatkan oleh hipoperfusi dan aktivasi hipermetabolik anaerob (Huddak & Gallo,1996).

Sistem urinari
Oliguria, azotemia atau trombosis vena renalis bisa menyebabkan gagal ginjal (Sabiston, 1994).

Sistem Neurologi
Kaji perubahan tingkah laku dan sensori yang dapat berhubungan dengan penggunaan alkohol atau indikasi hipoksia yang disertai syok (Donna D, 1995)

Sistem Integumen
Membran mukosa kering, kulit dingin dan lembab, sianosis yang dapat mencerminkan dehidrasi ringan sampai sedang akibat muntah atau sindrom kebocoran kapiler. Perubahan warna keunguan pada panggul (tanda turney grey) atau pada area periumbilikus (tanda cullen) terjadi pada nekrosis hemoragik yang luas (Sandra M, 2001).

Diagnosa Keperawatan
  • Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
  • Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan mual muntah
  • Defisit volume cairan berhubungan dengan diaphoresis, mual, muntah

Penatalaksanaan pankreatitis akut

Penatalaksanaan pankreatitis akut bersifat simtomatik dan ditujukan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan per oral harus dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan TPN (total parental nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting, khusus pada pasien dengan keadaan umum yang buruk,

sebagai akibat dari stres metabolik yang menyertai pankreatitis akut. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik serta untuk mengeluarkan asam klorida.
  • Tindakan pada penatalaksanaan :
  • Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karena akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi pankreas.
  • Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan serta mencegah gagal ginjal akut.
  • Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karena risiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru dan atelektasis cenderung tinggi.
  • Drainase Bilier. Pemasangan drainase bilier dalam duktus pankreatikus melalui endoskopi telah dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.
Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan makanan per oral yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap. Kafein dan alkohol tidak boleh terdapat dalam makanan pasien.

Pertimbangan Gerontik. Pankreatitis akut dapat mengenai segala usia; meskipun demikian, angka mortalitas pankreatitis akut meningkat bersamaan dengan pertambahan usia.

Tindakan Bedah
Tindakan segera untuk eksplorasi bedah pada umumnya tidak dilakukan, kecuali pada kasus-kasus berat di mana terdapat:
  • Perburukan sirkulasi dan fungsi paru sesudah beberapa hari terapi intensif.
  • Pada kasus pankreatitis hemoragik nekrosis yang disertai dengan rejatan yang sukar diatasi.
  • Timbulnya sepsis.
  • Gangguan fungsi ginjal yang progresif.
  • Tanda-tanda peritonitis.
  • Bendungan dari infeksi saluran empedu.
  • Perdarahan intestinal yang berat.
Tindakan bedah juga dapat dilakukan sesudah penyakit berjalan beberapa waktu (kebanyakan sesudah 2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit seperti pembentukan pseudokista atau abses, pembentukan fistel, ileus karena obstruksi pada duodenum atau kolon, pada perdarahan hebat retroperitoneal atau intestinal.

Pemeriksaan penunjang pankreatitis akut

Scan-CT : menentukan luasnya edema dan nekrosis
Ultrasound abdomen: dapat digunakan untuk mengidentifikasi inflamasi pankreas, abses, pseudositis, karsinoma dan obstruksi traktus bilier.

Endoskopi : penggambaran duktus pankreas berguna untuk diagnosa fistula, penyakit obstruksi bilier dan striktur/anomali duktus pankreas. Catatan : prosedur ini dikontra indikasikan pada fase akut.
Aspirasi jarum penunjuk CT : dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
Foto abdomen : dapat menunjukkan dilatasi lubang usus besar berbatasan dengan pankreas atau faktor pencetus intra abdomen yang lain, adanya udara bebas intra peritoneal disebabkan oleh perforasi atau pembekuan abses, kalsifikasi pankreas.

Pemeriksaan seri GI atas : sering menunjukkan bukti pembesaran pankreas/inflamasi.
Amilase serum : meningkat karena obstruksi aliran normal enzim pankreas (kadar normal tidak menyingkirkan penyakit).

Amilase urine : meningkat dalam 2-3 hari setelah serangan.
Lipase serum : biasanya meningkat bersama amilase, tetapi tetap tinggi lebih lama.
Bilirubin serum : terjadi pengikatan umum (mungkin disebabkan oleh penyakit hati alkoholik atau penekanan duktus koledokus).
Fosfatase Alkaline : biasanya meningkat bila pankreatitis disertai oleh penyakit bilier.
Albumin dan protein serum dapat meningkat (meningkatkan permeabilitas kapiler dan transudasi cairan kearea ekstrasel).

Kalsium serum : hipokalsemi dapat terlihat dalam 2-3 hari setelah timbul penyakit (biasanya menunjukkan nekrosis lemak dan dapat disertai nekrosis pankreas).
Kalium : hipokalemia dapat terjadi karena kehilangan dari gaster; hiperkalemia dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis jaringan, asidosis, insufisiensi ginjal.

Trigliserida : kadar dapat melebihi 1700 mg/dl dan mungkin agen penyebab pankreatitis akut.
LDH/AST (SGOT) : mungkin meningkat lebih dari 15x normal karena gangguan bilier dalam hati.
Darah lengkap : SDM 10.000-25.000 terjadi pada 80% pasien. Hb mungkin menurun karena perdarahan. Ht biasanya meningkat (hemokonsentrasi) sehubungan dengan muntah atau dari efusi cairan kedalam pankreas atau area retroperitoneal.

Glukosa serum : meningkat sementara umum terjadi khususnya selama serangan awal atau akut. Hiperglikemi lanjut menunjukkan adanya kerusakan sel beta dan nekrosis pankreas dan tanda aprognosis buruk. Urine analisa; amilase, mioglobin, hematuria dan proteinuria mungkin ada (kerusakan glomerolus).
Feses : peningkatan kandungan lemak (seatoreal) menunjukkan gagal pencernaan lemak dan protein (Dongoes, 2000).

Komplikasi pankreatitis akut

Timbulnya Diabetes Mellitus
  • Tetani hebat
  • Efusi pleura (khususnya pada hemitoraks kiri)
  • Abses pankreas atau psedokista
Akibat lanut pankreatitis akut adalah di pankreas terbentuk pseudokista, yang terisi dengan enzim pankreas, cairan dan jaringan sisa, yang membesar seperti balon.
Bila pesudokista berkembang menjadi lebih besar dan menyebabkan nyeri atau gejala lain, dilakukan dekompresi
  • Demam Typoid
  • Deman berdarah dengue
  • Gagal Ginjal Akut
  • Gagal Nafas Akut

Tanda dan gejala pankreatitis akut

Nyeri
Hampir setiap penderita mengalami nyeri yang hebat di perut atas bagian tengah,  dibawah tulang dada (sternum). Nyeri sering menjalar ke punggung. Kadang nyeri pertama bisa dirasakan di perut bagian bawah
Nyeri ini biasanya timbul secara tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimumnya dalam beberapa menit. Nyeri biasanya berat dan menetap selama berhari-hari. Bahkan dosis besar dari suntikan narkotikpun sering tidak dapat mengurangi rasa nyeri ini. Batuk, gerakan yang kasar dan pernafasan yang dalam, bisa membuat nyeri semakin memburuk. Duduk tegak dan bersandar ke depan bisa membantu meringankan rasa nyeri.

Mual dan muntah
Sebagian besar penderita merasakan mual dan ingin muntah.  Penderita pankreatitis akut karena alkoholisme, bisa tidak menunjukkan gejala lainnya, selain nyeri yang tidak terlalu hebat.
Sedangkan penderita lainnya akan terlihat sangat sakit, berkeringat
Denyut nadinya cepat (100-140 denyut per menit) dan
Pernafasannya cepat dan dangkal.
Pada awalnya, suhu tubuh bisa normal, namun meningkat dalam beberapa jam sampai 37,8-38,8 Celsius.
Tekanan darah bisa tinggi atau rendah, namun cenderung turun jika orang tersebut berdiri dan bisa menyebabkan pingsan.

Kadang-kadang bagian putih mata (sklera) tampak kekuningan.
20% penderita pankreatitis akut mengalami beberapa pembengkakan pada perut bagian atas. Pembengkakan ini bisa terjadi karena terhentinya pergerakan isi lambung dan usus (keadaan yang disebut ileus gastrointestina atau karena pankreas yang meradang tersebut membesar dan mendorong lambung ke depan.

Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga perut (asites).  Pada pankreatitis akut yang berat (pankreatitis nekrotisasi), tekanan darah bisa turun, mungkin menyebabkan syok.  Pankreatitis akut yang berat bisa berakibat fatal.

pankreatitis akut interstitial dan pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik

Terdapat dua bentuk anatomi utama yakni pankreatitis  akut interstitial dan pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik.  Manifestasi klinisnya dapat sama, pada bentuk kedua lebih  sering fatal.

Pankreatitis interstitial
Secara makroskopik pankreas membengkak secara difus  dan tampak pucat. Tidak didapatkan perdarahan atau nekrosis atau bila ada minim sekali.

Pankreatitis tipe nekrosis hemoragik
Tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan per-darahan dan inflamasi.

Fase Pankreatitis akut

Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase:
Fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi.

Fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami yang  menyebabkanketerlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda beratnya penyakit dan buruknya faktor prognosis.

Penyebab Pankreatitis Akut

Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen penderita pankreatitis akut mengalami penyakit pada duktus billiaris; meskipun demikian, hanya 5% penderita batu empedu yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki duktus koledokus dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri,

menyumbat aliran getah pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah empedu dari duktus koledokus ke dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian akan mengaktifkan enzim-enzim yang kuat dalam pankreas. Spasme dan edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis.
Penyebab Pankreatitis Akut :
  • Batu empedu
  • Alkoholisme
  • Obat-obat, seperti furosemide dan azathioprine
  • Gondongan (parotitis)
  • Kadar lemak darah yang tinggi, terutama trigliserida
  • Kerusakan pankreas karena pembedahan atau endoskopi
  • Kerusakan pankreas karena luka tusuk atau luka tembus
  • Kanker pankreas
  • Berkurangnya aliran darah ke pankreas, misalnya karena tekanan darah yang sangat  rendah
  • Pankreatitis bawaan

Klasifikasi pankreatis akut

Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi fatal serta tidak responsif terhadap berbagai terapi.

Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan:
Pankreatitis akut tipe intersitial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular,

disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien berada dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami syok, gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.

Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,
Secara mikroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut,

dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati. Pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang nyata sampai nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh darah.

Pengertian Pankreatitis Akut

Pankreatitis Akut adalah peradangan pankreas yang terjadi secara tiba-tiba, bisa bersifat ringan atau berakibat fatal.

Pankreatitis akut adalah inflamasi pankreas yang biasanya terjadi akibat alkoholisme dan penyakit saluran empedu seperti kolelitiasis dan kolesistisis. (Sandra M. Nettina, 2001)

Pankreatitis akut adalah suatu proses peradangan akut yang mengenai pankreas dan ditandai oleh berbagai derajat edema, perdarahan dan nekrosis pada sel-sel asinus dan pembuluh darah. Mortalitas dan gejala klinis bervariasi sesuai derajat proses patologi.

Bila hanya terdapat edema pankreas, mortalitas mungkin berkisar dari 5% sampai 10%, sedangkan perdarahan masif nekrotik mempunyai mortalitas 50% sampai 80%. Secara normal pankreas mengalirkan getah pankreas melalui saluran pankreas (duktus pankreatikus menuju ke usus dua belas jari (duodenum).

Definisi Pankreatitis

Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.
(Brunner & Suddart, 2001; 1338)

Pankreatitis adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas (Doengoes, 2000;558)

Prinsip prinsip pengelolaan KAD (ketoasidosis diabetik)

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ( ketoasidosis diabetik ) adalah :
  • Penggantian cairan dan garam yang hilang.
  • Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin.
  • Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
  • Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Ada 5 hal yang harus diberikan pada penderita KAD, yaitu :
a.Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml / kg BB, maka diberikan 1-2 liter selama 2 atau 3 jam pertama. Ada 2 keuntungan rehidrasi pada KAD, yaitu untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin.

b.Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Insulin diberikan 4-8 unit/jam sampai glukosa darah 250 mg/dl.

c.Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia dan hipokalemia yang fatal dapat terjadi selama pengobatan. Ion K terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit kalium yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/Kg BB. Selama terapi KAD ion K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasinya masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium.
  • Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L per 24 jam
  • Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L per 24 jam
  • Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L per 24j jam
 d.Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama., biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa. Tujuan pemberian terapi KAD bukan untuk menormalkan glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.

e.Bikarbonat
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Dengan keadaan:
  • Hiperkalemia
  • Hipotensi
  • pH kurang dari 7,1 atau bikarbonat < 12 mEq/L

Kesimpulan Diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi berat insulin.

Diabetes Ketoasidosis merupakan komplikasi akut diabetes melitus ( DM )  yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Penyakit ini paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin ( DMTI ) atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ).
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
  • Hipoglikemi murni ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
  • Reaksi hipoglikemi gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya  dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
  • Koma hipoglikemi koma akibat gula darah < 30 mg/dl
  • Hipoglikemi reaktif gejala hipoglikemi yang terjadi 3 – 5 jam sesudah makan.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah
  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
  3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
  4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
  5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebtuhan energi : status hipermetabolik/infeksi
  6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
  7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan  kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi

Manifestasi klinis hipoglikemia

a.Gejala adrenergic atau system syaraf otonom :
  • Pucat
  • Diahforesis
  • Takikardi
  • Rasa lapar
  • Palpitasi
  • Tremor halus
  • Gugup
  • Cepat marah
  • Parestisia pada bibir dan Jari
  • Piloereksi
b.Gejala Neuroglikopenia atau system syaraf pusat :
  • Sakit kepala
  • Konfulsi
  • Parestesis sirkumoral
  • Merasa lelah
  • Bicara tidak jelas
  • Diplopia
  • Emosi labil
  • Sering menguap
  • Gerakan spastic pada tungkai bawah
  • Kejang dan koma
c.Perubahan Psikis karena hipoglikemia :
  • Depresi dan iritabel
  • Ngantuk pada jam bangun dan malam hari tidak bias tidur
  • Tidak mampu kosentrasi
d.Gejala karena efek hipoglikemik pada system muskuler :
  • Lemah
  • Mudah capek

Etiologi hipoglikemia pada diabete militus

Etiologi hipoglikemia pada diabete militus (DM) :
Hipoglikemia pada DM stadium dini
Hipoglikemia dalam ranka pengobatan DM
  • Pengunaan insulin
  • Pengunaan sulfoni lurea
  • Bayi yang lahir dari ibu pasien DM
Hipoglikemia yg tidak berkaitan dengan DM
  • Hiperinsulinisme alimenter pascagastrektomi
  • Insulinoma
  • Penyakit hati berat
  • Umor ekstra pangkratik : firosarkoma, karsinoma ginjal
  • Hipopituitarisme

Jenis Sel Pulau langerhans

Pankreas adalah kelenjar endokrin dan ekrokrin yang berfungsi sebagai sel endokrin adalah pulau langerhans. Pulau langerhans mempunyai 4 macam sel :
  • Sel Alfa menyekresikan hormon glucagon.
  • Sel Beta menyekresikan insulin.
  • Sel Delta menyekresikan sumatostatin (menekan keluarnya hormone pertumbuhan insulin dang aster).
  • Sel F menyekresi polipeptida pancreas.
Stimulus utama keluarnya insulin adalah glukosa. Fungsi keseluruhan glukogen adalah meningkatkan kadar glukosa dalam darah.

Pengertian Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemi oral.( Hudak / Galu)

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga dibawah 60 mg/dl secara abnormal rendah

Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam, sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
  • Hipoglikemi murni ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
  • Reaksi hipoglikemi gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya  dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
  • Koma hipoglikemi koma akibat gula darah < 30 mg/dl
  • Hipoglikemi reaktif gejala hipoglikemi yang terjadi 3 – 5 jam sesudah makan.

Penatalaksanaan medis diabetes ketoasidosis

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ( ketoasidosis diabetik ) adalah :
  • Penggantian cairan dan garam yang hilang.
  • Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin.
  • Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
  • Mngembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Ada 5 hal yang harus diberikan pada penderita KAD, yaitu :
a.Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis. Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml / kg BB, maka diberikan 1-2 liter selama 2 atau 3 jam pertama. Ada 2 keuntungan rehidrasi pada KAD, yaitu untuk memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon kontraregulator insulin.

b.Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon, sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Insulin diberikan 4-8 unit/jam sampai glukosa darah 250 mg/dl.

c.Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meningkat. Hiperkalemia dan hipokalemia yang fatal dapat terjadi selama pengobatan. Ion K terutama terdapat intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine.
Total defisit kalium yang terjadi selama KAD diperkirakan mencapai 3-5 mEq/Kg BB. Selama terapi KAD ion K kembali ke dalam sel. Untuk mengantisipasinya masuknya ion K ke dalam sel serta mempertahankan kadar K serum dalam batas normal, perlu pemberian kalium.
  • Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L per 24 jam
  • Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L per 24 jam
  • Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L per 24j jam
d.Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama., biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa. Tujuan pemberian terapi KAD bukan untuk menormalkan glukosa tetapi untuk menekan ketogenesis.

e.Bikarbonat
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat. Dengan keadaan:
  • Hiperkalemia
  • Hipotensi
  • pH kurang dari 7,1 atau bikarbonat < 12 mEq/L

Komplikasi diabetes ketoasidosis

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan ketoasidosis diabetik adalah :
  • edema paru
  • Hipertrigliseridemia
  • infark miokard akut
  • komplikasi iatrogenik ( hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, hipokalsemia dan edema otak )

Manifestasi klinis diabetes ketoasidosis

Kadar gula darah tinggi ( > 240 mg/dl )
Terdapat keton di urine
Poliuria dan polidipsia
Penglihatan yang kabur
Kelemahan
Dehidrasi
Nafas aseton
Anoreksia,mual dan muntah
Nyeri abdomen
Kesadaran menurun sampai koma
Pernapasan Kussmaul (cepat dan dalam)

penyebab utama diabetes ketoasidosis

Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
Penurunan kadar insulin dapat terjadi akibat dosis insulin yang diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak menyuntikkan insulin dengan dosis yang cukup.

Keadaan sakit atau infeksi
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respons terhadap stress fisik atau emosional, terjadi peningkatan kadar hormon-hormon”stress”, yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin, kortisol dan hormon petumbuhan.

Hormon ini akan meningkatkan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkat dalam keadaan sakit dan infeksi, maka hiperglikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi diabetes ketoasidosis.

Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

Pengertian diabetes ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi berat insulin. Diabetes Ketoasidosis merupakan komplikasi akut diabetes melitus ( DM ) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.
Penyakit ini paling sering ditemukan pada penderita diabetes melitus tergantung insulin ( DMTI ) atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ).

Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom TURP

Asuhan Keperawatan Klien dgn Sindrom TURP

Pengkajian
Identitas
Terjadi akibat operasi TURP +50% laki-laki >60 thn, +80% laki-laki usia 80 thn. (Purnomo, 2003)

Keluhan Utama
Sesak napas.

Riwayat Kesehatan
Pasien BPH dengan post operasi TURP.

Pemeriksaan Fisik
  • B1 breath: distress napas, odem paru, hipoksia, sianosis.
  • B2 blood: hipertensi, aritmia.
  • B3 brain: penurunan kesadaran, TIK↑, konfusi sampai koma.
  • B4 bladder: gagal ginjal akut.
  • B5 bowel: mual, muntah.
  • B6 bone: gatal-gatal pada kulit.
Diagnosa Keperawatan
  1. Kerusakan pertukaran gas b.d odem paru.
  2. Kelebihan volume cairan b.d adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan.
  3. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intracranial.
Kerusakan pertukaran gas b.d odem paru
Tujuan
  • Masalah kerusakan pertukaran gas teratasi selama masa perawatan.
  • Kriteria Hasil
  • SpO2 98-100%.
  • Analisa gas darah:
  • PaO2 80 – 100 mmHg.
  • PaCO2 35 – 45 mmHg.
  • pH 7,35 – 7,45.
  • tidak ada tanda distress napas:
  • RR= 12 – 20 x/mnt, flaring nostril (-), tracheal tug (-), intrekking (-).
  • Intervensi
  • Posisi semi fowler atau slide head up 30-45°.
  • Bebaskan jalan napas dengan kepala posisi ekstensi.
  • Bantu pernafasan dengan oksigen (nasal kanul atau masker, atau intubasi dan ventilasi jika diperlukan).
  • Pertahankan istirahat klien.
  • Kolaborasi pemberian furosemid.
  • Monitor evaluasi BGA, pulse oxymeter.
Kelebihan volume cairan adanya penyerapan cairan irigasi yang berlebihan
  • Tujuan
  • Kelebihan volume cairan teratasi selama masa perawatan.
  • Kriteria Hasil
  • Odem paru (-), odem seluruh tubuh (-).
  • Asites (-).
  • Hasil lab elektrolit:
  • Na+ 135 – 145 mEq/L.
  • K+ 3,5 – 5,0 mEq/L.

  • Hemodinamik CVP = 5 – 15 cmH20.
  • Tanda vital: TD = 120/90 mmHg, nadi = 60 – 100 x/mnt.
  • Intervensi
  • Restriksi cairan I=IWL.
  • Kolaborasi pemberian terapi diuretic.
  • Kolaborasi tindakan invasif hemodinamik (pemasangan CVP).
  • Atasi hiponatremi dengan cairan hipertonik (NaCl 3% = 0.513 mmol/ml) sampai gejala hilang.
  • Pantau tanda dan gejala hiponatremi.
  • Pantau TTV.
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intracranial
  • Tujuan
  • Masalah perubahan perfusi jaringan serebral teratasi selama masa perawatan.
  • Kriteria Hasil
  • Tidak ada tanda peningkatan TIK.
Nyeri kepala, muntah proyektil, kaku kuduk, papil edema.
  • Intervensi
  • Slide head up 30°-45°.
  • Cegah hal-hal yang dpt meningkatkan TIK: batuk, mengejan, posisi trendelenburg.
  • Monitor evaluasi adanya tanda-tanda TIK↑.

Pencegahan Sindroma TUR

Identifikasi gejala-gejala awal sindrom TUR diperlukan untuk mencegah manifestasi berat dan fatal pada pasien-pasien dengan pembedahan urologi endoskopik. Bila diketahui adanya hiponatremi yang terjadi sebelum operasi terutama pada pasien-pasien yang mendapat diuretik dan diet rendah garam harus segera dikoreksi.

Karena itu pemeriksaan natrium sebelum operasi TUR perlu dilakukan. Pemberian antibiotik profilaktik mungkin mempunyai peran penting dalam pencegahan bakteremia dan septicemia. Untuk penderita-penderita dengan penyakit jantung, perlu dilakukan monitoring CVP atau kateterisasi arteri pulmonalis.

Tinggi cairan irigasi yang ideal adalah 60 cm dari pasien. Lamanya operasi TURP tidak boleh lebih dari 1 jam. Bila diperlukan waktu lebih dari 1 jam, maka TURP sebaiknya dilakukan bertahap. Pemeriksaan natrium serum sebaiknya dilakukan tiap 30 menit dan perlu dilakukan koreksi sesuai dengan hasil serum natrium.

Perlu dilakukan pemberian furosemid profilaksis untuk mencegah overload cairan. Bila perlu dilakukan transfusi darah, sebaiknya dilakukan dengan PRC bukan dengan whole blood. Perlu dilakukan pencegahan hipotermi misalnya dengan menghangatkan cairan irigasi sampai 37˚C.

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TURP

Faktor utama yang menyebabkan timbulnya sindroma TURP adalah circulatory overload, keracunan air, dan hiponatremia.

Circulatory overload
Penyerapan cairan irigasi praktis terjadi pada semua operasi TURP dan hal ini terjadi melalui jaringan vena pada prostat. Menurut penelitian, dalam 1 jam pertama dari operasi terjadi penyerapan sekitar 1 liter cairan irigasi yang setara dengan penurunan akut kadar Na sebesar 5-8 mmol/liter. Penyerapan air di atas 1 liter menimbulkan risiko timbulnya gejala sindrom TUR. Penyerapan air rata-rata selama TUR adalah 20 ml/menit. Dengan adanya circulatory overload, volume darah meningkat, tekanan darah sistolik dan diastolik menurun dan dapat terjadi payah jantung.
Cairan yang diserap akan menyebabkan pengenceran kadar protein serum,

menurunnya tekanan osmotik darah. Pada saat yang sama, terjadi peningkatan tekanan darah dan cairan di dorong dari pembuluh darah ke dalam jaringan interstitial dan menyebabkan udema paru dan cerebri. Di samping absorbsi cairan irigasi ke dalam peredaran darah sejumlah besar cairan dapat terkumpul di jaringan interstitial periprostat dan rongga peritoneal. Setiap 100 cc cairan yang masuk ke dalam cairan interstitial akan membawa 10-15 ml eq Na. Lamanya pembedahan berhubungan dengan jumlah cairan yang diserap. Morbiditas dan mortalitas terbukti tinggi bila pembedahan berlangsung lebih dari 90 menit.

Penyerapan cairan intravaskuler berhubungan dengan besarnya prostat sedang penyerapan cairan interstitial tergantung dengan integritas kapsul prostat. Circulatory overload sering terjadi bila prostat lebih dari 45 gram. Faktor penting yang berhubungan dengan kecepatan penyerapan cairan adalah tekanan hidrostatik dalam jaringan prostat. Tekanan ini berhubungan dengan tingginya tekanan cairan irigasi dan tekanan dalam kandung kencing selama pembedahan. Tinggi dari cairan irigasi adalah 60 cm yang dapat memberikan kecepatan 300 cc cairan permenit dengan visualisasi yang baik.

Keracunan air
Beberapa pasien dengan sindrom TUR menunjukkan gejala dari keracunan air karena meningkatnya kadar air dalam otak. Penderita menjadi somnolen, inkoheren dan gelisah. Dapat terjadi kejang-kejang dan koma, dan posisi desereberate. Dapat terjadi klonus dan refleks babinsky yang postif. Terjadi papil udem dan midriasis. Gejala keracunan air terjadi bila kadar Na 15-20 meq/liter di bawah kadar normal.

Hiponatremia
Na sangat penting untuk fungsi sel jantung dan otak. Beberapa mekanisme terjadinya hiponatremia pada pasien TUR adalah:
  • Pengenceran Na karena penyerapan cairan irigasi yang besar.
  • Kehilangan Na dari daerah reseksi prostat ke dalam cairan irigasi.
  • Kehilangan Na ke dalam kantong-kantong cairan irigasi di daerah periprostat dan rongga peritoneal.
Gejala hiponatremia adalah gelisah, bingung, inkoheren, koma, dan kejang-kejang. Bila kadar Na di bawah 120 meq/liter, terjadi hipotensi dan penurunan kontraktilitas otot jantung. BIla kadar Na di bawah 115 meq/liter, terjadi bradikardi dan kompleks QRS yang melebar, gelombang ektopik ventrikuler dan gelombang T yang terbalik. Di bawah 100 meq/liter terjadi kejang-kejang, koma, gagal napas, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, dan cardiac arrest.

Koagulopati
Pada Sindroma TUR dapat terjadi Disseminated Intravasculer Coagulation (DIC) yang terjadi akibat lepasnya partikel prostat yang mengandung tromboplastin dalam jumlah besar ke dalam peredaran darah dan menyebabkan fibrinolisis sekunder. DIC ini dapat diketahui dari turunnya kadar trombosit dan meningkatnya Fibrin Degradation Product (FDP) serta kadar fibrinogen yang rendah.

Bakteriemia dan Sepsis
Pada 30% penderita yang dilakukan TURP sudah terjadi infeksi sebelum operasi. Bila sinus vena prostat terbuka sebelum operasi dan dilakukan irigasi dengan tekanan tinggi maka kuman bisa masuk ke dalam peredaran darah dan terjadi bakteremia. Pada 6% pasien bakteremia ini menyebabkan sepsis.

Hipotermi
Hipotermi sering terjadi pada pasien yang mengalami TURP. Irigasi kandung kencing merupakan penyebab penting kehilangannya panas tubuh dan hal ini ditambah dengan suhu kamar operasi yang rendah. Hipotermi sering terjadi pada penderita lanjut usia karena gangguan saraf otonomik.

Manifestasi klinis sindroma TUR

Tanda dan gejala klinis awal:
  • Restlessness, nyeri kepala, takipnea
  • Dapat berlanjut menjadi respiratory distress, hypoxia, pulmonary oedema, nausea,vomiting, confusion and coma
  • Tanda dan gejala dideteksi lebih dini pada pasien sadar
  • Pada pasien tidak sadar (dianestesi),tanda yang muncul hanya: takikardi danhipertensi
Sindrom TUR dapat terjadi kapan pun dalam fase perioperatif dan dapat terjadi beberapa menit setelah pembedahan berlangsung sampai beberapa jam setelah selesai pembedahan. Penderita dengan anestesi regional menunjukkan keluhan-keluhan sebagai beriku:
  • Pusing
  • Sakit kepala
  • Mual
  • Rasa tertekan di dada dan tenggorokan
  • Napas pendek
  • Gelisah
  • Bingung
  • Nyeri perut
Tekanan sistolik dan diastolik meningkat, nadi menurun. Bila penderita tidak segera di terapi maka penderita menjadi sianotik, hipotensif dan dapat terjadi cardiac arrest. Beberapa pasien dapat menunjukkan gejala neurologis. Mula-mula mengalami letargi dan kemudian tidak sadar, pupil mengalami dilatasi

Dapat terjadi kejang tonik klonik dan dapat berakhir dengan koma. Bila pasien mengalami anestesi umum, maka diagnosa dari sindrom TURP menjadi sulit dan sering terlambat. Salah satu tanda adalah kenaikan dan penurunan tekanan darah yang tidak dapat diterangkan sebabnya

Perubahan ECG dapat berupa irama nodal, perubahan segmen ST, munculnya gelombang U, dan komplek QRS yang melebar. Pada pasien yang mengalami sindrom TURP, pulihnya kembali kesadaran karena anestesi dan khasiat muscle relaxant dapat terlambat.

Etiologi sindroma TUR

Disebabkan oleh absorbsi masif dari cairan irigasi.Absorbsi masif tergantung oleh:Proses TURP yang lama.absorbsi meningkat jika reseksi dilakukan lebih dari 90menit Tekanan intravaskuler meningkat. karena tinggi bagian irigasi lebih dari 60 cm di atas lokasi pembedahan.
Banyak sinus prostat yang terbuka. Semakin besar prostat yang direseksi, semakin banyak sinus prostat yang terbukaJenis cairan irigan yang digunakan

Anatomi Fisiologi Sindroma TUR

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Sistem perkemihan terdiri dari:
  • dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, 
  • dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), 
  • satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan
  • satu urethra, urin dikeluarkan dari vesika urinaria.

Definisi Sindroma TUR

Sindroma TUR adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan kumpulan gejala akibat gangguan neurologik
kardiovaskuler, dan elektrolit yang disebabkan oleh diserapnya cairan irigasi melalui vena-vena prostat atau cabangnya pada kapsul prostat yang terjadi selama operasi. Hiponatremia, hipovolemia, dan kadang hiperamonemia mungkin terjadi (Eaton, 2003)

Bagian bagian lambung

Usus halus Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati.
Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum melalui lubang yang disebut sfingter Oddi) merupakan bagian yang penting dari proses pencernaan dan penyerapan.
Gerakan peristaltik juga membantu pencernaan dan penyerapan dengan cara mengaduk dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus.

Beberapa senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin, tetapi sisanya memiliki lipatan-lipatan, tonjolan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan yang lebih kecil (mikrovili).
Vili dan mikrovili menyebabkan bertambahnya permukaan dari lapisan duodenum, sehingga menambah jumlah zat gizi yang diserap Sisa dari usus halus, yang terletak dibawah duodenum, terdiri dari jejunum dan ileum Bagian ini terutama bertanggungjawab atas penyerapan lemak dan zat gizi lainnya Penyerapan ini diperbesar oleh permukaannya yang luas karena terdiri dari lipatan-lipatan, vili dan mikrovili.

Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak Kepadatan dari isi usus berubah secara bertahap, seiring dengan perjalanannya melalui usus halus Di dalam duodenum, air dengan cepat dipompa ke dalam isi usus untuk melarutkan keasaman lambung Ketika melewati usus halus bagian bawah, isi usus menjadi lebih cair karena mengandung air, lendir dan enzim-enzim pankreatik.

Anatomi fisiologi Sistem Pencernaan

  • Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai berikut:
  • menerima makanan
  • memecah makanan menjadi zat-zat gizi (suatu proses yang disebut pencernaan)
  • menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah
  • membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Pengertian trauma abdomen

bdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
  • Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
  • Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
  • Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

Pengertian perforasi

Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma abdomen. Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak

enis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di dalam jantung

Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di dalam jantung, yaitu:
1.Sumber daya listrik jantung.
Sel perintis (pacemaker cells) Nodus sino- atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Ia terletak di atas krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan.

2.Kabel jantung.
Sel konduksi listrik. Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular (AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria.
Dari sini impuls diantar ke ventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri yang menghantar serabut Purkinje untuk tetap didalam subendokardium dari ventrikel. Posisi serabut Purkinje menentukan kontraksi ventrikel yang hampir sinkron.

3.Mesin kontraksi jantung.
Sel miokardium. Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.

Penyebab fibrilasi ventrikel

Penyebab yang paling umum dari fibrilasi ventrikel adalah heart attack, akan tetapi fibrilasi ventrikel dapat terjadi ketika jantung tidak memperoleh oksigen yang cukup, atau orang tersebut memiliki penyakit jantung yang lain. Fibrilasi ventrikel dapat disebabkan antara lain :
1.Gangguan jantung structural.
  • Iskemik atau infark miokard akibat penyakit jantung koroner.
  • Kardiomiopati.
2.Gangguan jantung nonstructural.
  • Mekanik (commotio cordis).
  • Luka atau sengatan listrik.
  • Pre-eksitasi (termasuk Wolf-Parkinson-White syndrome).
  • Heart block.
  • Channelopathies.
  • Long QT syndrome.
  • Short QT syndrome.
  • Brugada syndrome
3.Noncardiac respiratory.
  • Bronchospasm
  • Aspirasi
  • Hipertensi pulmonal primer.
  • Emboli pulmonal.
  • Tension pneumotoraks.
4.Metabolik atau toksik.
  • Gangguan elektrolit dan asidosis.
  • Obat-obatan.
  • Keracunan.
  • Sepsis.
5.Neurologik
  • Kejang.
  • Perdarahan intrakranial atau strok iskemik.
  • Tenggelam

Pengertian fibrilasi ventrikel

Fibrilasi ventrikel adalah depolarisasi ventrikel tidak efektif, cepat, dan tidak teratur. Tidak ada jarak kompleks yang terlihat. Hanya ada oskilasi tidak teratur dari garis dasar, ini mungkin ditampilkan kasar atau halus (Hudak, 1997).

Fibrilasi ventrikel adalah denyutan ventrikel yang cepat dan tak efektif. Pada aritmia ini denyut jantung tidak terdengar dan tidak teraba, dan tidak ada respirasi. Polanya sangat ireguler dan dapat dibedakan dengan aritmia tipe lainnya. Karena tidak ada koordinasi aktivitas jantung, maka dapat terjadi henti jantung dan kematian bila fibrilasi ventrikel tidak segera dikoreksi (Smeltzer, 2001).

Rabu, 13 Juni 2012

Pengertian eritrosit

Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa oksigen ke dalam sel-sel tubuh dan karbon dioksida keluar dari sel-sel tubuh.

Pengertian sel darah merah

Sel darah merah adalah sel yang mengandung hemoglobin yang membawa oksigen ke jaringan seluruh tubuh. Sel darah merah juga disebut sebagai eritrosit.

Pengertian Ventrikel

Ventrikel adalah ruang jantung yang bertanggung jawab untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Pada mamalia (termasuk manusia) dan burung, ada dua ventrikel, kiri dan kanan.

Jenis kardiomiopati

Kardiomiopati dilatasi (dilated cardiomyopathy): di mana otot jantung membesar.
Kardiomiopati hipertrofik: di mana otot jantung menebal (hipertrofi).
Kardiomiopati restriktif: di mana otot jantung tidak dapat melemas dengan benar di antara denyutan. Ini jarang terjadi.
Kardiomiopati aritmogenik ventrikel kanan: jenis langka yang terutama mempengaruhi sisi kanan jantung.

Pengertian rasio odds (odds ratio)

perbandingan kemungkinan peristiwa terjadi dalam satu kelompok dengan kemungkinan hal yang sama terjadi di kelompok lain. Rasio odds adalah ukuran besarnya efek dan umumnya digunakan untuk membandingkan hasil dalam uji klinik

Pengertian rasio terapeutik

Rasio terapeutik adalah rasio antara kerusakan pada jaringan kanker dengan pengobatan radiasi dan kerusakan yang terjadi pada jaringan normal.

Pengertian Rasio risiko manfaat

Rasio risiko manfaat adalah sebuah metode untuk membandingkan manfaat pengobatan dan risikonya, seperti menyembuhkan penyakit (manfaat) versus memiliki efek samping yang serius dari pengobatan (risiko).

Penatalaksanaan henti nafas dan jantung

Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi.
 Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.
1. Resusitasi dilakukan pada :
  • Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
  • Serangan Adams-Stokes
  • Hipoksia akut
  • Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
  • Sengatan listrik
  • Refleks vagal
  • Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
  • Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
  • Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
  • Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Diagnosis henti jantung

Diagnosis henti jantung sudah dapat ditegakkan bila dijumpai ketidaksadaran dan tidak teraba denyut arteri besar
  • Tekanan darah sistolik 50 mmHg mungkin tidak menghasilkan denyut nadi yang dapat diraba.
  • Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin terus berlanjut meskipun tidak ada kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
  • Gerakan kabel EKG dapat menyerupai irama yang tidak mantap.
  • Bila ragu-ragu, mulai saja RIP.

Tanda tanda henti jantung

  1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)
  2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau brakialis pada bayi)
  3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)
  4. Terlihat seperti mati (death like appearance)
  5. Warna kulit pucat sampai kelabu
  6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik).

Teknik kompresi jantung luar

a.Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).

b.Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.

c.Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.

d.Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi)  dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).

e.Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).

f.Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.

g.Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.
Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

Cara memberikan bantuan pernapasan

Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.

Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

Prosedur dasar basic life support pre hospital

Prosedur dasar  basic life support pre hospital yaitu :
1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! /  Bu!!! / Mas!!! /Mbak !!!.
3. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!!” untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
4. Memperbaiki posisi korban/pasien.
Untuk melakukan tindakan RJP yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.
5. Mengatur posisi penolong.
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

(Posisi Penolong Yang Benar)
A. (Airway) Jalan Napas
Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan tindakan :
1.Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

2.   Membuka jalan napas
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang Bawah).

B. (Breathing) Bantuan napas
Prinsipnya adalah memberikan 2 kali ventilasi sebelum kompresi dan memberikan 2 kali ventilasi per 10 detik pada saat setelah kompresi. Terdiri dari 2 tahap :

1.Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

2.Memberikan bantuan napas.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas. 

Cara memberikan bantuan pernapasan :
a.Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

b.Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.

c.Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

C.  (Circulation) Bantuan sirkulasi
 Terdiri dari 2 tahapan :
1.Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm raba dengan lembut selama 5 – 10 detik.
Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban/pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.

2.Memberikan bantuan sirkulasi.
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
  • Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
  • Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
  • Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di atas telapak tangan yang lainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh dinding dada korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
  • Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali (dalam 15 detik = 30 kali kompresi)  dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm).
  • Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
  • Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
  • Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik = 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas), dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong.
  • Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 60 – 80 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.
D.  Menghentikan Perdarahan
Menghentikan perdarahan dapat dilakukan dengan cara :
  1. Menekan dengan jari tangan
  2. Penekanan dengan kain bersih/sapu tangan pada luka
  3. Balut tekan
  4. Torniket- hanya dalam keadaan tertentu
  5. Menekan dengan jari tangan
Pembuluh darah yang terdekat dengan permukaan kulit ditekan dengan jari. Dengan menekan pembuluh darah anatara jari dan tulang, maka pembuluh darah akan berhenti.
Pada satu sisi manusia terdapat 6 titik pembuluh darah yang dapat ditekan dengan jari : Arteri temporalis Superficialis, Arteri Subclavia, Arteri Femoralis, Arteri Femoralis, Arteri Fasialis, Arteri Carotis Kommunis, Arteri Brachialis
6. Penekanan dengan kain bersih/sapu tangan pada luka
  • Sapu tangan yang sudah disterilkan dan belum dipakai lipatan bagian dalam dianggap bersih
  • Letakkan bagian yang bersih tersebut langsung diatas luka dan tekanlah
  • Perdarahan dapat berhenti dan pencemaran oleh kuman-kuman dapat dihindarkan
7. Balut tekan
8. Torniket
Pemasangan toniket hanya pada keadaan tertentu, yaitu apabila anggota badan atas (lengan) atau anggota badan bawah (kaki) terputus :
  • Tutup ujung tungkai yang putus dengan kain yang bersih
  • Bagian yang putus dimasukkan kekantong plastik yang berisi es selanjutnya dibawa bersama-sama korban ke rumah sakit
E. Syok / Shock
Tanda-tandanya :
  1. Kulit ; pucat, dingin, basah
  2. Gelisah
  3. Haus
  4. Hitungan denyut nadi lebih dari 100 kali permenit
  5. Nafas cepat
  6. Orang-orangan mata (pupil) melebar
Tindakan :
  • Tidurkan korban terlentang dengan kaki lebih tinggi daripada kepala
  • Kendorkan pakaian korban
  • Badan ditutupi dengan selimut
  • Jangan diberi minum
Letakkan korban terlentang lurus bila ditemukan tanda-tanda kemungkinan patah tulang
Penanganan shock seperti penanganan PPGD dengan tetap mempertimbangkan ABC. Penatalaksanann pasien syock di bahas dalam Advanced Life Support

F. Balut-Bidai
1. Balut
Tujuannya adalah mencegah / menghindari terjadinya pencemaran kuman kedalam suatu luka.
Alat: kain Segitiga, Perban, Balut Cepat, balut bertekanan/tensocrep

2. Bidai
Alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan (fiksasi) tulang yang patah. Syaratnya adalah Bidai harus dapat mempertahankan dua sendi tulang didepan tulang yang patah dan tidak boleh terlalu kencang dan ketat, karena akan merusak jaringan tubuh.
Alat :
  • Anggota badan sendiri
  • Papan, bambu, dahan
  • Karton, majalah, kain
  • Bantal,guling, selimut
  • “air splint”
  • "vakum matras”
G.  Transpotasi
Adalah proses memindahkan kasus gawat darurat dari satu tempat ketempat lain. Syaratnya ada;ah keadaannya stabil, jalan nafas dijamin terbuka/bebas, monitor (pengawasan ketat) dari nadi dan pernafasan.
Alat :
1.Tenaga Manusia
  • Satu orang ; terutama untuk anggota pemadam kebakaran kalau menolong korban yang tidak sadar didalam gedung yang terbakar atau yang melewati jalan / lorong sempit. Catatan: Cara seperti ini tidak boleh dilakukan pada penderita yang mengalami patah tulang punggung.
  • Dua orang ; kedua tangan korban pada bahu penolong yang berdiri di kanan dan dikiri, posisi setengah duduk pada keempat tangan penolong dapat juga menggunakan kursi.
  • Tiga orang ; tiga penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan dibawah si korban
  • Empat orang ; empat penolong saling berhadapan dan berpegangan tangan dibawah si korban
  • Enam orang ; cara mengangkat korban dengan menggunakan kain sprei, terutama kalau ada kecurigaan adanya patah tulang punggung.
2. Tandu kasur : Kasur, papan, dahan/bambu, matras
3. Kendaraan   : Darat, laut, udara

komponen Bantuan hidup dasar (BLS-Basic Life Support)

Komponen BLS ( Basic Life Support )
a.D (Danger)                              Electricity, Traffic, Falling objects, and Chemicals
b.R (Respone)                            Suara dan nyeri
c.S (Shout for help)
d.A (Airway Control)                penguasan jalan napas
e.B (Breathing Support)            bantuan pernapasan
f. C (Circulatory Suport)           bantuan sirkulasi (pijatan jantung luar) dan Menghentikan perdarahan besar.

Bantuan Hidup Dasar (BLS-Basic Life Support)

Keadaan darurat yang mengancam nyawa bisa terjadi sewaktu-waktu dan di mana pun. Kondisi ini memerlukan bantuan hidup dasar. Bantuan hidup dasar adalah usaha untuk mempertahankan kehidupan saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.

Usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai “Bantuan Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hiudp Dasar (Basic Life Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari

Melakukan bantuan ini tidak mempergunakan cairan, obat ataupun terapi kejut listrik. Bantuan Hidup Dasar atau yang disingkat BHD ini harus dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak terbatas kepada petugas paramedik atau tim medis.
Saat melaksanakan BHD ini, berpacu dengan waktu, sebab korban yang akan di tolong dalam keadaan terancam nyawanya. Oleh karena itu, pertolongan pertama yang dilakukan oleh penolong yang pertama kali melihat korban sangat dibutuhkan sebelum paramedis atau tim medis tiba di lapangan.

Waktu sangat penting dalam melakukan bantuan hidup dasar. Otak dan jantung bila tidak mendapat oksigen lebih dari 6 – 10 menit akan mengalami kematian, sehingga korban tersebut dapat mati.
Bantuan Hidup Dasar merupakan beberapa cara sederhana yang dapat mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Intinya adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan napas, bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah terjadinya kematian sel otak.

pengobatan ARDS

Etiologi ARDS meliputi depresi sistem saraf pusat, kelainan neurologis primer, efusi pleura, hematoraks dan pneumothoraks, trauma, penyakit akut paru dan manifestasi klinisnya antara lain peningkatan jumlah pernapasan, klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis, paada auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan.
Pada dasarnya pengobatan ARDS meliputi :
  1. Pembersihan jalan nafas, untuk mempertahankan lancarnya jalan nafas
  2. Memperbaiki ventilasi
  3. Oksigenisasi
  4. Pengobatan penyebab dan penyulit
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ARSD :
  • Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum, cyanosis.
  • Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
  • Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan deuritik, ke-luaran cairan kompartemental.
  • Resiko tinggi kelebihan volome cairan berhubungan dengan edema pulmonal non Kardia.
  • Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan penurunan curah jantung,edema,hipotensi.
  • Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat, pening katan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat atau kelelahan.
  • Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
  • Defisit pengetahuan, mengenai kondisi, terapi yang dibutuhkan berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang ditandai dengan mengajukan pertanyaan, menyatakan masalahnya.

Penatalaksanaan ARDS

Penatalaksanaan ARDS terdiri atas penatalaksanaan terhadap penyakit dasar yang dikombinasi dengan penatalaksanaan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan optimalisasi fungsi hemodinamik sehingga diharapkan mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja dengan baik bila terjadi gagal multiorgan.
Penatalaksanaan penyakit dasar sangat penting, misalnya penatalaksanaan hipotensi dan eradikasi sumber infeksi pada sepsis.
a.Support pernapasan
b.Mengobati penyebab jika mungkin
c.Mencegah komplikasi

Prognosis
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu > 50%. Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan perawatan ICU yang lama.

Terapi / penatalaksanaan ARDS
  1. Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab
  2. Memastikan ventilasi yang adekuat
  3. memberikan dukungan sirkulasi
  4. memastikan volume cairan yang adequate
  5. Memberikan dukungan nutrisi
Dukungan nutrisi yang adequat sangat penting dalam mengobati ARDS. Pasien dengan ARDS membutuhkan 35 – 45 kkal/kg sehari untuk memenugi kebutuhan normal. Pemberian makan enteral adalah pertimbangan pertama, namun nutrisi parenteral total dapat saja diperlukan

Terapi :
Intubasi untuk pemasangan ETT
Pemasangan Ventilator mekanik (Positive end expiratory pressure)  untuk   mempertahankan keadekuatan level O2 darah.
Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat   pemasangan ventilator

Pengobatan tergantung klien dan proses penyakitnya :
  1. Inotropik agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
  2. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
  3. Kortikosteroid dosis besar (kontroversial) untuk mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan stabilitas membran paru.
Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi
Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
TEAP  Monitor system terhadap respon
Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
Cairan
Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B )

Kriteria Diagnosis ARDS
Riwayat faktor pencetus atau penyebab berupa penyakit   dasar atau keadaan seperti yang disebutkan di atas,
Hipoksemia yang refrakter dengan terapi oksigen. Derajat   beratnya hipoksemia dilihat melalui rasio tekanan   oksigen arteri pulmonal (PO2) dengan konsentrasi oksigen   inspirasi (FiO2): PO2/FiO2 < 26 kPA (< 200 mmHg).
Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral   yang
difusi,
Tdak ditemukan gejala edema paru kardiogenik dan   tekanan
paru < 18 mmHg.

komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah :
a.Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
b.Defek difusi sedang
c.Hipoksemia selama latihan
d.Toksisitas oksigen
e.Sepsis

Gejala klinis utama pada kasus ARDS

a.Peningkatan jumlah pernapasan
b.Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
c.Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
d.Penurunan kesadaran mental
e.Takikardi, takipnea
f.Dispnea dengan kesulitan bernafas
g.Terdapat retraksi interkosta
h.Sianosis
i.Hipoksemia
j.Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
k.Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

Fase dalam penyakit ARDS

Fase laten Fase ini berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari dengan tidak terdapatnya keluhan klinis kecuali terdapatnya pengaliran cairan limfe.

Fase edema interstisial, yang ditandai dengan kerusakan kapiler dan terdapatnya porus sehingga membran basalis alveolaris lebih permiabel untuk protein. Akibatnya protein masuk kedalam lapis interstitial. Terjadilah odema koloid terutama intraseptal yang ditandai dengan terdapatnya garis kerley. Penderita merasa sesak nafas. Pada pemeriksaan gas darah terjadi alkalosis oleh karena hiperventilasi dan hipoksemia.

Fase edema intra alveolar Dalam fase ini sakus alveolares penuh dengan protein. Hal ini disebabkan oleh karena kerusakan pneumosit tipe I yang menyebabkan meningginya permeabilitas kapiler terhadap protein. Sedangkan rusaknya pneumosit tipe II menyebabkan berkurangnya surfaktan sehingga terjadi atelektasis paru. Dalam fase ini tampak pasien mengalami agitasi, pernafasan dangkal, takipne, hipoksemia yang menunjukkan beratnya ARDS

Fase subakut atau kronik, bila terjadi penyembuhan maka protein plasma, debris sel, fibrin merangsang invasi sel-sel fibroblas dan terbentuklah membrana hialin.

trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung

Faktor Resiko
Trauma langsung pada paru
  • Pneumoni virus,bakteri,fungal
  • Contusio paru
  • Aspirasi cairan lambung
  • Inhalasi asap berlebih
  • Inhalasi toksin
  • Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
Trauma tidak langsung
  • Sepsis
  • Shock
  • DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
  • Pankreatitis
  • Uremia
  • Overdosis Obat
  • Idiophatic (tidak diketahui)
  • Bedah Cardiobaypass yang lama
  • Transfusi darah yang banyak
  • PIH (Pregnand Induced Hipertension)
  • Peningkatan TIK
  • Terapi radiasi

gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS adalah Sistemik
  • Syok karena beberapa penyebab
  • Sepsis gram negative
  • Hipotermia
  • Hipertermia
  • Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,
  • Bleomisin)
  • Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
  • kardiopulmonal)
  • Eklampsia
  • Luka baker
Pulmonal
  • Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )
  • Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
  • Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
  • Pneumositis
Non-Pulmonal
  • Cedera kepala
  • Peningkatan TIK
  • Pascakardioversi
  • Pankreatitis
  • Uremia
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kapasitas Paru paru

Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada orang dewasa lebih kurang 500 nl. Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih bisa menarik napas sedalam-dalamnya. Udara yang dapat masuk setelah mengadakan inspirasi biasa disebut udara komplementer, volumenya lebih kurang 1500 ml. Setelah kita melakukan ekspirasi biasa,

kita masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya. Udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer, volumenya lebih kurang 1500 ml.

Walaupun kita mengeluarkan napas dari paru-paru dengan sekuat-kuatnya ternyata dalam paru-paru masih ada udara disebut udara residu. Volume udara residu lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume udara pernapasan, udara komplementer, dan udara suplementer disebut kapasitas vital paru-paru.

Pertukaran gas dalam alveolus

Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.

Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas.
Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan karnbondioksida keluar.

Jumat, 08 Juni 2012

Patofisiologi Retinoblastoma

Retinoblastoma merupakan tumor ganas utama intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia di bawah 5 tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional, dapat terjadi unilateral (70 %) dan bilateral (30 %). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediten yang diwariskan melalui kromosom. Massa  tumor  dapat  tumbuh  ke  dalam  vitreous  (endofilik)  dan  tumbuh menembus keluar lapisan retina atau ke ruang sub retina (endofilik). Kadang-kadang tumor berkembang difus. Pertumbuhan  endofilik  lebih  umum  terjadi

Tumor  endofilik  timbul  dari lapisan inti dalam lapisan serabut saraf dan lapisan ganglion retina.
Tipe eksofilik timbul dari lapisan inti luar dan dapat terlihat seperti ablasio retina yang solid. Perluasan  retina  okuler  ke  dalam  tumor  vitreous  dapat  terjadi  pada  tipe endofilik dan dapat timbul sebaran metastase lewat spatium subretina atau melalui tumor vitreous. Selain itu tumor dapat meluas lewat infiltrasi pada lamina cribrosa langsung ke nervus optikus dengan perluasan ke lapisan koroid dapat ditemukan infiltrasi vena-vena pada daerah tersebut disertai metastasis hematogen ke tulang dan sumsung tulang.

Tumor mata ini, terbagi atas IV stadium, masing-masing:
  • Stadium I: menunjukkan tumor masih terbatas pada retina (stadium tenang)
  • Stadium II: tumor terbatas pada bola mata.
  • Stadium III: terdapat perluasan ekstra okuler regional, baik yang melampaui ujung nervus optikus yang dipotong saat enuklasi.
  • Stadium IV: ditemukan metastase jauh ke dalam otak.
Pada  beberapa  kasus  terjadi  penyembuhan  secara  spontan,  sering  terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan klasifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50 % menurunkan anak dengan retinoblastoma.

Pengertian Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah kanker pada retina (daerah di belakang mata yang peka terhadap cahaya) yang menyerang anak berumur kurang dari 5 tahun. 2% dari kanker pada masa kanak-kanak adalah retinoblastoma. Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau sel glia yang bersifat ganas.

Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak, terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang diwariskan melalui kromosom.

Massa tumor diretina dapat tumbuh kedalam vitreus (endofitik) dan tumbuh menembus keluar (eksofitik). Pada beberapa kasus terjadi penyembuhan secara spontan. Sering terjadi perubahan degeneratif, diikuti nekrosis dan kalsifikasi. Pasien yang selamat memiliki kemungkinan 50% menurunkan anak dengan retinoblastoma. Pewarisan ke saudara sebesar 4-7%.

Definisi strabismus

Strabismus adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah.
(Sidarta Ilyas, 2001)

Strabismus adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak penglihatan tertentu saja. (Tamin Radjamin, dkk. 1984)

Strabismus adalah suatu cabang ilmu penyakit mata yang mempelajari kelainan penglihatan binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persyaratan.

Strabismus adalah kedudukan kedua bola mata yg bisa berbeda arah satu sama lain pada defiasi dari posisi sejajar bisa ke segala arah.

Strabismus (mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan. Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan tertentu saja seperti saat sakit atau stress. Mata yang tampak juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA SEHAT DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA SEHAT
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN

Atas dasar penelitian yang dilakukan WHO penyakit Gangguan Penglihatan pada lansia sangat sering terjadi. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia Amerika mengalami gangguan pada sistem penglihatan hanya saja mereka kurang menyadari penyakit yang mereka rasakan

A. Pengkajian
2. Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.

3. Makanan / Cairan :
Mual, muntah

4. Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

Tanda :
Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan penyebab katarak mata.

5. Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala.

6. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.

B. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan :Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil
  • Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
  • Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
  • Intervensi :
  • Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
  • Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
  • Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis
  • Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
2.Ansietas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
  • Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
  • Pasien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
  • Pasien menggunakan sumber secara efektif
  • Intervensi :
  • Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
  • Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
  • Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
  • Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
  • Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
  • Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
  • Intervensi :
  • Diskusikan perlunya mengidentifikasi gelaja/tanda.
  • Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
  • Izinkan pasien mengulang tindakan.
  • Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata.
  • Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll).
  • Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
  • Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik secara psikis maupun fisik, kemundurun fisik ditandai dengan kulit mengendor, rambut memutih, penurunan semua fungsi tubuh dan meningkatnya sensitifitas emosional.
Dari penelitian yang dilakukan WHO penyakit yang sering terjadi pada lansia adalah gangguan penglihatan. Mata yang dipakai untuk penglihatan pada lansia akan mengalami kemunduran yang dapat mengakibatkan jarak pandang menjadi berkurang.

Di Amerika pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia mengalami gangguan sistem penglihatan, hanya saja mereka kurang menyadari penyakit yang mereka rasakan. Didalam Asuhan Keperawatan perawat melakukan pengkajian, mendiagnosa sampai melakukan intervensi untuk membantu lansia yang mengalami gangguan sistem penglihatan.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat maka kelompok mengajukan beberapa saran sebagai pertimbangan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia. Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan usia harapan hidup lansia harus lebih menyadari tentang kesehatan dirinya sendiri.
2. Perawat dituntut untuk dapat memahami secara umum tentang konsep dasar perawatan gerontik agar dapat terlaksana asuhan keperawatan yang komperhensif dan memiliki kemampuan dalam melaksanakannya.

Gangguan indra pendengaran

Berbagai pengertian mengenai kelainan pendengaran dan organ yang berhubungan dengan gangguan pendengaran :

1). Gangguan pendengaran tipe konduktif
Gangguan yang bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius, membran timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan.

2). Gangguan pendengaran tipe sensori neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising, presbiakusis, obat yang ototoksik, hereditas dan reaksi pasca radang.

3). Persepsi pendengaran abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50 % lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras.

4). Gangguan terhadap lokalisasi suara
Pada lansia sering kali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara, terutama lingkungan yang agak bising.
Masalah-masalah lainya yang sering muncul adalah presbiakusis (hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau suara/nada yang tinggi ;suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata-kata, membrane tympani menjadi atropi, terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun.